Soal Pencurian Data, Inggris akan Tuntut Facebook Rp9,5 Miliar
Sabtu, 14-07-2018 - 11:08:17 WIB
JAKARTA, DELIKRIAU - Inggris akan menuntut denda kepada Facebook sebesar 500 ribu poundsterling (sekitar Rp9,5 miliar). Jumlah yang terbilang kecil untuk perusahaan dengan nilai pasar hingga US$590 miliar (sekitar Rp8,5 quadriliun) itu.
Komisioner Informasi Inggris Elizabeth Denham mengungkap denda itu dikenakan atas kegagalan Facebook melindungi data pengguna pada skandal Cambridge Analytica dan tak transparan atas penggunaan data oleh pihak ketiga.
"Teknologi-teknologi baru [memang bisa] menggunakan analisis data untuk menyasar orang secara spesifik. Sehingga tim kampanye bisa terhubung dengan pemilih secara pribadi. Tapi ini tidak berarti mengorbankan transparansi, keadilan, dan kepatuhan terhadap hukum," ujar Elizabeth dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Reuters, (11/7/2018) lalu.
Facebook menyebut pihaknya sedang meninjau laporan tersebut, dan akan segera merespons sebelum putusan final dibuat. Pihak Facebook pun menyesalkan tak segera menindaklanjuti investigasi soal Cambridge Analytica pada 2015 lalu.
"Seperti yang sudah kami katakan sebelumnya, kami seharusnya melakukan menyelidikan lebih mendalam soal Cambridge Analytica dan segera mengambil tindakan pada 2015," ujar Kepala bagian Privasi Facebook Erin Egan dalam sebuah pernyataan.
"Selama ini kami menjalin kerja sama dengan kantor Komisioner Informasi Inggris terkait penyelidikan kasus Cambridge Analytica, sama seperti dengan pihak-pihak yang berwenang di Amerika dan negara-negara lain," lanjutnya.
Cambridge Analytica yang dipakai oleh tim pemenangan presiden AS Donald Trump dalam pemilihan presiden 2016 menolak bahwa pihaknya menggunakan data untuk menunjang kampanye presiden ketika itu.
Namun, dalam laporannya Komisioner Informasi Inggris mengatakan dapat menuntut perusahaan yang menaungi Cambridge Analytica, SCL Elections karena tidak melakukan apa yang diminta oleh regulator.
Ia juga menyebut akan mengirimkan surat kepada 11 partai politik untuk meminta mereka memeriksa kembali praktik perlindungan data mereka. (dr/int)