Bathin Hitam Sungai Medang, Ahmad Arifin Diduga Gugat BTNTN Dan Polres Pelalawan Melalui Kuasa Hukum
PELALAWAN, DELIKRIAU - Penetapan Bathin Hitam Sungai Medang, Abdul Arifin oleh penyidik Polres Pelalawan sebagai tersangka kasus sebagaimana dalam pasal 92 Ayat 1 huruf a Jo Pasal 17 Ayat 2 huruf b Undang-undang RI No 18 tahun2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan Hutan/atau Pasal 40 Ayat 2 Jo Pasal 33 Ayat 3 Undang-undang RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, berbuntut pada gugatan yang diajukan oleh tersangka melalui kuasa hukumnya Refranto Lanner Nainggolan, S.H. dan rekan dari Advokat pada Organisasi Bantuan Hukum Seroja 77.
Tim Kuasa Hukum dari Bapak Abdul Arifin, Refranto membenarkan bahwa telah mendaftarkan secara resmi gugatan perbuatan melawan Hukum dimana pihak tergugat adalah Kementrian Lingkungan Hidup Cq Dirjen Konservasi Sumber daya Alam Cq Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepolisian Republik Indonesia Daerah Riau Cq Kepolisian Republik Indonesia Daerah Riau Resort Pelalawan.
"Dalam petitum penggugat menyebutkan bahwa ada 13 point' dalam pokok perkara yakni : 1.Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. 2. Menyatakan penggugat adalah pemangku Adat Bathin Hitam Sungai Medang dengan Masyarakat Adatnya beserta hak-hak Adat yang dimilikinya serta di akui keberadaannya secara Hukum. 3.Menyatakan Sah dan Berharga salinan Tombol yang di buat Husen merupakan alas Hak dari Tanah Ulayat Bathin Hitam Sungai Medang. 4.Menyatakan Lahan Garapan yang dikelola Penggugat adalah Tanah Ulayat Masyarakat Bathin Hitam Sungai Medang. 5.Menyatakan SK.663/Menhut-II/2009 maupun perubahannya SK.6588/Menhut-VII/KUH/2014 tentang penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo belum memiliki Kepastian Hukum dilapangan. 6.Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan Hukum dengan sengaja menggunakan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :SK.663/Menhut-II/2009 maupun perubahannya SK.6588/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo yang masih berstatus Penunjukan dan belum memiliki kepastian hukum dilapangan sebagai dasar penangkapan dan penahanan penggugat. 7.Memerintahkan Tergugat I untuk melaksanakan tata batas kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo sesuai pasal 15 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1998 Tentang Kehutanan. 8.Memerintahkan Tergugat II agar melaksanakan Tugas sebagai Penegak hukum untuk lebih proporsional sehingga terselenggara Pemerintahan yang bersih dan berwibawa. 9.Menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayar kerugian material yang timbul akibat itu. 10.Menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayarkan kerugian Immaterial yang timbul akibat itu secara tanggung renteng kepada Masyarakat Adat Bathin Hitam Sungai Medang melalui Penggugat sebagai pengganti kerugian atas nama baik Pemangku Adat beserta Masyarakat Adat Petalangan Bathin Hitam Sungai Medang. 11.Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya Hukum perlawanan/Verzel, banding, kasasi maupun peninjauan kembali (uitvoerbaar bij voorraad). 12.Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 2.500.000,- perhari sejak keputusan ini mempunyai kekuatan Hukum tetap, manakala Tergugat lalai melaksanakan isi putusan ini. 13.Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini," jelas Refranto kepada delikriau.com, Kamis (10/10/2019) kabupaten Pelalawan.
Lebih lanjut Refranto menjelaskan awal mula dari munculnya gugatan PMH (perbuatan melawan hukum) ini adalah kliennya telah ditetapkan menjadi tersangka sebagai mana dalam pasal 92 Ayat 1 huruf a Jo Pasal 17 Ayat 2 huruf b Undang-undang RI No 18 tahun2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan Hutan/atau Pasal 40 Ayat 2 Jo Pasal 33 Ayat 3 Undang-undang RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dimana klien kami sebagai Penggugat disangkakan telah melakuka kegiatan perkebunan dengan menanam karet tanpa izin Menteri didalam kawasan Hutan sebagaimana surat Penangkapan Nomor: SP.Kap/59/VIII/2019/Reskrimum, tertanggal 10 Agustus 2019 adalah didasarkan pada
surat laporan polisi Nomor : LP/152/VII/2019/RIAU/RES PLLWN, tertanggal 10 Agustus 2019, sehingga Penggugat di tangkap oleh Tergugat II dihari dan tanggal yang sama yang mana dengan segala kemampuan serta kewenangan yang melekat pada Tergugat II dibuktikan atas Pengaduan/Laporan Tergugat I sesuai dengan adanya Laporan Polisi Nomor: LP/152/VII/2019/RIAU/RES PLLWN, tertanggal 10 Agustus 2019 dimana Penggugat diduga telah menguasai TNTN yaitu Tergugat I, tanpa membuktikan terlebih dahulu apakah tanah dalam kawasan hutan tersebut sudah memiliki kepastian hukum sesuai dalam
SK : 663/Menhut-II/2009 tentang
Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo Seluas + 44.492 (Empat Puluh Empat Ribu Empat Ratus Sembilan Puluh Dua) Hektare yang terletak di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau menjadi
Taman Nasional sebagai Perluasan Taman Nasional Tesso Nilo dan Hutan sebagai mana bunyi Pasal 15 UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan Jo. UU. No18 Tahun 2013, juga mengamatkan tentang kepastian hukum atas kawasan Hutan yang mana telah diuji Materi sebagai mana putusan MK No.45/PUU-IX/2011 “Penetapan Kawasan hutan” tidak hanya sekedar penunjukan saja akan tetapi juga harus dilakukan proses penataan batas.
"Pemetaan dan penetapan kawasan hutan, bahwa Tergugat II ini dengan
ketidak profesionalan dalam
tindakan untuk pembuktiannya tidak terlebih dahulu melakukan penyelidikan yang mendalam bahwa Penggugat
menguasai tanah tersebut berdasarkan Tanah maupun Hutanulayatnya yang sudah ada jauh sebelum kemerdekaan dan dengan adanya (Staatablad) tahun 1932 No. 135 sesuai data Memorie Van Overgave
di arsip lembaran Nasional RI sehingga Penggugat dengan berani menguasai tanah yang merupakan milik persukuannya dan atas laporan Tergugat I sepatutnya Tergugat II haruslah dapat membuktikan Berita acara Pemancangan Batas Kawasan hutan TNTN dan menunjukan Peta hasil Tata Batas Temu gelang luas yang sudah Pasti dilapangan sehingga tidak ada
penggelapan hukum didalam penegakkan hukum itu sendiri atas kewenangan yang melekat padanya, serta ketidak mautahuan Tergugat II dalam proses penegakkan hukum secara proprosional telah mencerminkan penegakan hukum
di Indonesian yang penuh keterbatasan sehingga Adagium hukum “lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah” hanya lah merupakan Slogan. Maka atas tindakan hukum didalam pembuktiannya mengakibat kerugian kepada Penggugat," tutupnya. (Dav)